Allah mengurus alam semesta dengan;
- Sistem Qhodo’ (Ketetapan) Nya
- Sistem Qudratullah (Taqdir) Nya
- Sistem Shunnatullah (Hukum alam / Sebab akibat) Nya
- Sistem Hukum Hukum Nya (Syariah dan Agama).
Semua makhluk hanya mampu berada di 2 ruang sistem yaitu ; Sistem Shunnatullah dan sistem hukum hukum Nya.
Para Malaikat yang berada di sistem ke 2 yaitu Sistem Qudratullah، tidak boleh intervensi di sistem ke 3 dan ke 4.
Adapun Sistem ke 1 Hanya Allah SWT yang tau beserta beberapa Malaikat pilihan, beberapa Nabi Pilihan dan beberapa Wali Allah pilihan (secara parsial).
Rahasia sistem ke 1 telah terdokumentasi di sebuah “Kitab” yang disebut “Kitab Kejadian” atau “Kitab Kauniah”.
Sheikh Abdil Qodir al-Jilani ketika menjelaskan perkara “Kitab Kauniah” ini, Ia menyitir sebuah Nabi SAW;
جف القلم بما هو كائن
Telah kering pena itu menulis segala kejadian, dari awal penciptaan (seluruh makhluk) sampai kehancuran alam Zahir (Hari kiamat) sampai detail kehidupan abadi di sorga dan neraka.
Jadi nama nama penghuni Sorga dan Penghuni Neraka telah terdaftar baik dari Manusia pertama (Nabi Adam AS) sampai calon manusia yang akan lahir dan menjalani hidup sampai kiamat kelak.
Jadi diskusi manusia dalam perkara Agama hanya boleh berkisar pada sistem ke 3 dan ke 4. Namun kebenaran Ilmu dan Hikmah ada dari sistem ke 1,2,3 dan 4.
Maka pegangan hidup manusia sesungguhnya harus 3 hal yaitu;
- Ilmu
- Hikmah
- Agama
Warisan Nabi Muhammad SAW adalah ke 3 hal tersebut, namun Para Ulama sering menggabungkan semuanya di dalam bahasan ISLAM sebagai Agama. Padahal seharusnya tetap terbagi menjadi 3, karena Iblis merusak Agama anak cucu Adam dengan bekal Ilmu dan Hikmah. Bila salah pedoman pada Ilmu dan Hikmah, maka rusaklah “Agama” itu.
Orang yang rusak Agamanya sering disebut Faasiq
Orang yang berpura pura menjalankan Agama disebut Munaafiq
Orang yang tidak mau atau enggan menjalankan Agama disebut “Kaafir”.
Di mana posisi “Iblis”?
Dia adalah makhluk yg telah memiliki bekal ilmu dan hikmah tapi enggan “menjalankan Agama”, maka Allah mengklasifikasikannya sebagai “Kaafir”.
Dimana posisi Manusia?
Tergantung dimana Ia menggolongkan dirinya