Gali Pesan Moral, Museum NTB Kaji Manuskrip PUSPAKERMA 

0
446

KabarLagi.Com – Dalam rangka memperkenalkan dan menamkan nilai-nilai yang terdapat didalam koleksi Naskah kepada masyarakat, Museum Negeri NTB menggelar Diskusi Bedah Naskah bertajuk ‘Membedah Tuntas Naskah Puspakerma’ di Aula Samalas Museum NTB, Selasa (13/6/2023).

“Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkatkan apresiasi dan pengetahuan masyarakat tentang naskah lontar, sebagai upaya untuk melestarikan budaya masyarakat sasak dalam membaca lontar” Ujar Ketua Pelaksana, Irwan, S.Pd ( Kasi Penyajian dan Layanan Edukasi) saat menyampaikan laporan kegiatan.

Dia mengatakan, kegiatan bedah naskah lontar ini menjadi bagian dari kegiatan museum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga pelestarian kebudayaan.

“seara teknis. Mempunyai 3 kegiatan besar yaitu, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan” terangnya.

Senada juga disampaikan oleh Kepala Museum NTB, Ahmad Nur Alam, S.H., M.H, dalam sambutannya, bahwa berdasarakan Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2021, salah satu indikator pemajuan kebudayaan adalah pelestarian, yang objek pemajuan diantaranya adalah manuskrip.

Sehingga menurutnya, adanya diskusi ini sebagai upaya menghidupkan ekosistem kebudayaan serta meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan pengetahuan naskah lontar kepada masayarakat umum.

“jadi pada diskusi bedah naskah ini kita berharap adanya dialektika kebudayaan, yang nantinya dialketika tersebut akan menjadi pengetahuan dan iformasi untuk merawat ekosistem kebudayaan kita”, Ujarnya.

Dalam pemajuan kebudayaan, lanjut Alam,  Pemerintah Provinsi NTB telah mempunyai tiga lembaga sebagai pemangku kebijakan dalam pemajuan kebudayaan yaitu, Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Taman Budaya, dan Museum.

“jadi ada indikator-indikator yang menjadi kinerja utama bagi unit-unit kerja dibawah Pemerinta provinsi NTB, salah satunya yaitu pelestarian kebudayaan”, imbuhnya.

Di akhir, Ia berharap dengan naskah yang dimiliki ini dapat memberikan pelajaran tentang kondisi sosial kultural pada saat naskah itu dibuat. Sehingga pelajaran-pelajaran dari nilai kebudaayan itu bisa menjadi solusi bagi permasalah bangsa.

“jadi kami di museum itu berpikir bahwa sebenarnya banyak persoalan yang kita hadapi, berawal dari terlepasnya budaya. Oleh karnanya, kami berharap dengan kajian seperti ini dapat memberikan kekayaan dialektika kebudayaan bagi kita”, harapnya.

Selajutnya, Narasumber pertama, Dr. AswandikariSuranggana, M.Hum, (Dosen FKIP Universitas Mataram), dalam materinya, Menjelaskan bahwa naskah itu merupakan ungkapan Bahasa, dimana Bahasa itu terungkapkan sebagai pencerminan jiwa. Jadi naskah itu merupakan ekspresi jiwa secara halus dan lembut.

“Jadi kalo kita keluarkan Bahasa secara halus tentu itu eksprei jiwa yang halus”, katanya.

Menurutnya, Di dunia akdemik bahsa itu terkait dengan logika, sedangkan sastra berkaitan erat dengan rasa batin. Jadi naskah lontar Puspakerma itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana, Bahasa yang lembut, hanya saja generasi muda tidak mengerti dan paham, hanya di konsumsi oleh para budayawan dan praktisi budaya.

“sehingga harus diupayakan, supaya naskah itu harus diterjemahkan, harus sampai bisa dicerna oleh pembaca. Karna naskah ini merupakan benda mati. Yang bertugas menghidupkan sekarang ini adalah  kita sebagai pembaca”, tuturnya.

Sementara Itu Narasumber kedua, Lalu Sadarudin, S.Pd, (Budayawan), dalam materinya menjelaskan, bahwa semua naskah tentu mempunyai pesan pesan moral. Sehingga pesan tersebut tiak terlepas dari nilai-nilai agama.

“jadi dalam naskah ini pada umumnya dibuka dengan kalimat Asma ul husnah. Sehingga itu menunjukan bahwa nilai-nilai budaya dan sebgainya itu selalu bersandar pada nilai-nilai Agama”, katanya.

Narasumber ketiga, Fatah Yasin (Pemerhati Budaya), mengatakan bahwa Puspakarma ini merupakan suatu syarat untuk melakukan ikhtiar. Selain itu juga, Puspakarma itu juga sebagai jalan untuk mensyukuri nikmat.

“Jadi banyak tempat Puspakerma ini dipakai, sehingga paling luas penggunannya”, tuturnya.

Adapun peserta yang menghadiri kegiatan diskusi ini berjumlah 50 orang yang terdiri dari Budayawan, Guru, Mahasiswa, maupun masyarakat umum. Diskusi tersebut berjalan meriah sampai penutupan berlangsung.