Oleh:Muhammad Sidik, M.Pd
Hari ini adalah hari yang sangat istimewa sekaligus bersejarah bagi bangsa Indonesia. Delapan puluh tahun yang lalu, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno rahimahullah dengan lantang membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Peristiwa itu bukan sekadar momentum politik, melainkan karunia agung dari Allah ﷻ yang telah mengizinkan bangsa kita meraih kemerdekaan setelah sekian lama berada di bawah penjajahan.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Bagi setiap bangsa, kemerdekaan adalah cita-cita luhur. Bebas dari penjajahan bangsa lain merupakan bentuk nyata dari kemerdekaan. Namun bagi seorang muslim, kemerdekaan yang sejati adalah ketika seorang hamba terbebas dari segala hal yang menghalanginya untuk beribadah hanya kepada Allah ﷻ. Sebab tujuan hidup manusia sebagaimana firman Allah dalam QS. Az-Zariyat: 56 adalah:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Ketika seorang muslim terbebas dari penghambaan kepada selain Allah, lalu tunduk dan patuh kepada aturan serta hukum-Nya, itulah kemerdekaan hakiki. Kemerdekaan inilah yang menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad ﷺ, tujuan dakwah para sahabat, dan cita-cita perjuangan kaum mukminin hingga akhir zaman.
Sejarah Islam mencatat peristiwa besar Pertempuran Qadisiyah, ketika kaum muslimin berhadapan dengan imperium Persia. Dalam perundingan, Rustum panglima besar Persia bertanya kepada Ribi’i bin Amir tentang tujuan kedatangan kaum muslimin. Dengan penuh keyakinan, Ribi’i menjawab:
“Allah mengutus kami untuk memerdekakan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju keluasan akhirat; dan dari kezaliman berbagai agama menuju keadilan Islam.”
Inilah kemerdekaan sejati yang dibawa Rasulullah ﷺ, yakni kemerdekaan dari kegelapan menuju cahaya hidayah, dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan, dan dari kezaliman menuju keadilan. Gerakan tauhid inilah yang melahirkan kekuatan besar sehingga dalam waktu singkat mampu menundukkan dua imperium besar dunia, Persia dan Romawi.
Namun sebaliknya, jika tauhid ditinggalkan, maka kehinaanlah yang akan menimpa umat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila kalian berjual beli dengan cara riba, sibuk dengan ekor sapi, ridha dengan pertanian, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, dan kehinaan itu tidak akan dicabut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
Karena itu, mempelajari dan mengamalkan tauhid berarti kita turut menjaga kemerdekaan bangsa agar tetap tegak, bermartabat, dan diridhai Allah ﷻ. Sebagaimana janji Allah dalam QS. Al-A’raf: 96:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
Generasi muda khususnya para santri hendaknya senantiasa bersemangat menuntut ilmu, berdisiplin, dan berakhlak mulia. Sebab hanya dengan iman, ilmu, dan amal saleh, kemerdekaan ini akan benar-benar bermakna dan terjaga hingga akhir zaman.
