KabarLagi.Com– Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT. Istindo Mitra Manggarai,yang terletak di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT resmi mengantongi izin usaha pertambangan setelah Kepala Dinas penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Propinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) Marianus Jawa menandatangani terkait izin IUP tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Natural Resources and Environ¬mental Monitoring (NRE Moni¬toring), Faisal M Jasin mengatakan perusahaan yang mendapatkan ijin usaha pertambangan ini pernah mendapatkan IUP mangan di serise Desa Satar Punda, dan disitu meninggalkan masalah lingkungan dengan bekas lubang galian tambang tanpa reklamasi.
”Seharusnya pemerintah tidak memberikan ijin penambangan baru tetapi harus menggugat secara perdata maupun pidana terkait dengan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut,” ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta. Minggu (29/11/2020)
Menurutnya adanya penolakan masyarakat terkait tambang tersebut karena pelibatan masyarakat diabaikan oleh pihak perusahaan, dari awal sosialisasi, konsultasi publik ataupun pelibatan masyarakat dalam proses sidang komisi Amdal yang berpotensi terdampak langsung.
“ Ya wajar sampai hari ini masyarakat yang terdampak menolak dan itu menandakan masyarakat diabaiakn dan tidak dilibatkan,” katanya.
Mantan Direktur Walhi Jakarta ini juga mengungkapka bahwa dilihat dari tata ruang wilayah atau Perda Kabupaten manggarai Timur No. Tahun 2012 tentang RTRW peruntukan lokasinnya.” Nah pertanyaanya ? apakah lingko lolok, Desa Satar Punda itu masuk dalam zona penambangan atau tidak, saya pikir tidak itu,” bebernya
Kemudian lanjut Faisal ada satu hal yang harus dilihat bahwa kawasan Karst itu adalah zona konservasi air, dan memang ini betul berdasarkan Perda No.6 tahun 2012 bahwa wilayah lingko lolok masuk dalam kecamatan lamba leda yang merupakan wilayah pemanfaatan air bawah tanah sebagai sumber air bagi kehidupan masyarakat di satu kecamatan itu.
“ Jika ini dirusak, bagaimana sumber daya air masyarakat disitu. Apakah pemerintah daerah mau membiarkan masyarakatnya mengalami krisis air, yang kita tahu bahwa NTT pada umumnya mengalami itu, apalagi dengan penambangan di wilayah CAT (Cekungan air tanah) ini dibiarkan, ya bisa kiamat ini kampung. Jangan daerah karena alasan investasi, APBD mengabaikan keberlanjutan kehidupan disitu,”ungkapnya.
Faisal berharap pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timu dan Kabupaten manggarai timur bisa belajar dari masalah di pegunungan kendeng yang sampai sekarang masih menjadi sengketa.
“Tapi satu harapan saya pemerintah daerah terlebih dulu menyusun KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) sebagai upaya untuk mengetahui kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan dan mampu memprediksi dampak dan resiko terhadap lingkungan hidup yang merupakan kewajiban dari daerah. Nah ini baru daerah bisa memberikan sebuah keputusan terhadap IUP bagi perusahaan penambangan. Jadi KLHS ini sebagai potret awal kemampuan lingkungan dalam merespon berbagai aktivitas pembangunan,” pungkasnya.