Liku- Liku Perjalanan Anak Yatim, Furkan Sangiang Meraih Gelar Doktor Pendidikan Lingkungan Dengan Predikat Cumlaude di UNJ

0
4811

KabarLagi.Com – Dengan semangat dan kerja keras, keterbatasan bukan alasan untuk tidak memperoleh pendidikan. Sebab, Furkan meraih gelar doktor di Universitas Negeri Jakarta pada usia 34 tahun, telah membuktikannya.

Furkan Sangiang merupakan mahasiswa doktoral yang lulus dari Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Negeri Jakarta. Selain capaiannya yang gemilang, sejatinya, Furkan Sangiang tidak berbeda dengan kebanyakan orang. Ia tidak lahir dari keluarga besar, tidak pula mendapat perlakuan spesial.

Kala melaksanakan ujian Promosi Doktor di Gedung Bung Hata Pasca Sarja UNJ tanggal 24 Agustus 2024, Furkan tidak ditemani oleh kedua orang tua. Sang ayah tidak bisa hadir lantaran sedang proses penyembuhan sakit stroke, sedangkan sang ibu meninggal dunia di usia dirinya berumur 1,5 bulan dan sampai hari ini dia mengaku belum pernah melihat ibu kandungnnya karena tidak ada jejak dokumentasi seperti foto.

“Saya ditemani oleh Uwak kakak kandung pertama dari bapak saya, beliaulah yang mengasuh dan membesarkan saya sejak umur 1 tahun lima bulan ketika almarhumah ibu saya meninggal dunia,”ujarnya.

Furkan menceritakan sejak Ibu meninggal, Ibu Sarafia Husnilah yang mengurus semua kebutuhannya. Namun sejak ayah kembali berhijrah ke flores dan menikah lagi, disitulah dia merasa benar-benar yatim karena tidak sepenuhnya mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu dan ayah.

“ Masa kecil saya tidak seberuntung orang lain, saya diasuh oleh Uwaki saya. Sejak kecil hanya hidup berdua, apa yang beliau makan itu yang saya makan. Allhamdulillah kasih sayangnya melebihi dari ibu kandung” ceritanya.

Sejak masa SD ia tidak pernah menyerah dalam proses, selepas sekolah ia bersama temannya pergi ke sungai dan laut selain bermain, Furkan kecil mencari kepiting, ikan, dan jenis hewan laut yang ia jual kepada tetangga dan keluarga untuk memenuhi uang jajannya.

“ Saya terkadang nangis ketika mengenang masa itu. Masa yang indah dan juga penuh liku.sekedar uang jajan kadang saya harus mencari jenis hewan laut untuk ditukarkan kepada keluarga dan teman,’ katanya

Selain itu terkadang ia membantu para nelayan untuk mencari ikan kecil atau istilah di kampung (condo londe). Terkadang ia dikasih upah 500 dan 1000 perak. Dia tahu betul keadaan Uwaknya, itulah yang membuatnya bertaruh keringat di panasnya terik matahari dan dentuman gelombang dan karang menjadi saksi.

“ ibu atau Uwak saya hanya bermodalkan tenun, hanya itu modalnya membesarkan saya. Terkadang sekali-kali ketika beras habis, ia terpaksa harus ke kecamatan soromandi atau Tambora untuk menjadi buruh atau (pako fare) dengan bayar gabah hasil panen,”bebernya.

Sejak tamat SD dan melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA ia tidak ingin sebenarnya melanjutkan. Karena kondisi dan keadaan ekonomi yang cukup memprihatinkan. Ia sebenarnya ingin pergi berlayar seperti orang-orang di kampugnya agar bisa membantu Uwaknya.

“ Saat itu, saya sebenarnya ingin berhenti cukup SD saja, karena bagi saya tak ada yang peduli. Menjadi anak yatim tidak gampang, terkadang kita tak dilihat dan tak dianggap. Apalagi ketika hari-hari lebaran, melihat orang lain teman kumpul bersama keluarga, disitu saya menangis karena saya hanya sendiri, saya iri dengan mereka. Karena saya ingin seperti mereka punya ibu. Tapi itulah jalan saya dan Allhamdulilah Uwak terus menguatkan saya untuk terus sekolah”

Waktu SMP dan SMA tahun 2014, Furkan harus menempuh jalan sekitar 5 Kilo dari Desa Sangiang ke Desa Tawali sebagai pusat Ibu Kota Kecamatan, Sekolah SMP dan SMA terletak di Desa tersebut. “ Allhamdulilah saya dikasih jajan 2 ribu, terkadang 3 ribu untuk ongkos naik bus atau ojek pada masa itu. Kerap saya berhutang untuk makan dikantin karena kekurangan,” jelasnya.

Bahkan ketika bus umum sudah tidak melintas ke Desa Sangiang karena sore. Kerap pulang sekolah, Furkan dan teman-temannya jalan kaki dari tawali ke desa sangiang.

“ Jaraknya sekitar 5 kilo, kami jalan kaki kadang melewati jalan umum dan juga lewat jalan pintas yaitu lewat sawah dan gunung. Itulah cerita yang kadang saya tidak bisa lupakan karena sebuah perjuangan Panjang yang allhamdulillah mengantarkan saya seperti ini,” bebernya.

Ketika tamat SMA tahun 2007, keinginan untuk kembali melanjutkan kuliah terus bergemuruh, namun terjadi perdebatan panjang karena biaya. Sebab pada saat itu ayah tengah mendapat ujian karena sang adik anak dari istri kedua mengalami amputasi karena tabrakan.

“ Akhirnya saya nekat untuk S1 saya memilih di mataram. Dan tanpa pengetahaun siapapun kecuali Uwak akhirnya saya ke mataram dan pertama nginap di Masjid Attaqwa Mataram. Masa inilah mulanya petualangan baru di mulai. Saya tidak pernah kos karena tidak ada biaya, saya tinggal di Mushallah, asrama bima, di kampus. Bahkan nebeng di kos teman-teman,”ucapnya

Bahkan ketika pergi kuliah furkan sebelum tinggal di asrama bima dan masih tinggal di Mushalah menggunakan sepeda. Ia mulai banyak terisipirasi dari buku laskar Pelangi dan buku-buku motivasi lainnya. Disitulah samangatnya bergemuruh, dan tak terasa lebih kuarang empat tahun mengayuh sepeda akhirnya menyelesaikan S1 jurusan PPKn Universitas Muhammadiyah Mataram tahun 2012.

“ Saya sempat kuliah di Amikom satu tahun lebih dan di drop out karena sering demo menentang kebijakan kampus dan pindah ke UMM. Akhirnya disitu saya mulai fokus kuliah dan aktif organisasi baik ekstra dan intra. Disitu saya mulai menemukan jalan, Allhamdulilah kadang saya dapat kerjaan untuk jadi surveyor dan membantu jadi marketing di kantor senior. Dari situlah penghasilan tambahan saya”

Setelah tamat kuliah S1, ia berpikir untuk lanjut S2, namun sayang mimpinya terlalu besar. Bahkan terkadang ada banyak orang-orang yang menganggap itu mustahil karena keadaan keluarga. “ saya menyadari ada orang mengatakan udahlah jangan terlalu bermimpi. Cukup s1, itu kadang dari orang-orang dekat yang meremehkan,” bebernya.

Tapi apapun itu tidak membuatnya patah arang, ketika pulang kampung ia sempat ke flores pota untuk meminta bantuan keluarga dari ibu mungkin ada hak ibunya dari warisan kakek dan nenek.

“ Tapi apa mau dikata, hanya kekecewaan yang didapatkan. Dari situ saya mulai merenung ternyata mempercayai manusia sangat menyakitkan. Dan akhirnya yang pantas jadi sandaran adalah hanya Allah,”

Setelah tidak ada hasil, ia dan sang ayah mencoba keberuntungan untuk bisnis bawang di bawa dari bima ke Sulawesi dengan meminjam modal bank. Namun lagi-lagi bukannya untung malahan rugi total karena bawang semuanya rusak.

“ Saya sempat syok begitupun ayah saya. Mimpi saya untuk kuliah S2 di UNY atau UNJ kandas. Saya sempat kehilangan arah kemana saya harus mengadu. Karena harapan saya keuntungan ini untuk modal saya kuliah. Tapi itulah kehendak tuhan,”

Setelah rugi Furkan sempat kerja bersama seniornya selama 6 bulan, dan akhirnya nekat melamar istrinya. Namun ditolak karena berbagai kondisi.” Saya nekat saja untuk nikah, tapi di tolak aduh itu betul-betul tragis sudah rugi, lamar gadis di tolak lagi,’

Namun ia tak pantang menyerah dan nekat hijrah ke Jakarta , sebelum hijrah Furkan sempat bingung masalah ongkos, akhirnya dengan keihlasan dan ketabahan. Uwak saya Sarafiah Husni menjual satu karung gabah dengan nilai Rp 500 ribu untuk ongkos.

“ Tepat pada pukul 3 pagi dini hari. Saya tersentak dari tempat tidur saya, saya terbangun karena ada suara tangisan. Dalah hati bertanya siapa yang nangis, ternyata di pojok kamar rumah kami, suara itu adalah suara doa tangisan Uwak ketika tahajud. Ia mengadu dan menyebut nama saya, dia ceritakan kepada tuhan tentang Nasib saya. Sontak tak terasa air mata saya tak bisa lagi di bendung, Disaat itu aku menangsi sejadi-jadinya,’

Lanjutnya usai shalat subuh ia pamit tanpa diantar oleh siapapun, dan sang Uwak memberikan uang Rp 500 ribu hasil jualan gabah. “ Saya tak bisa lagi berkata, kucium keningnya ku peluk dan meminta restu dengan linangan air mata, beliau hanya berpesan. Nak jangan mengambil hak orang lain ketika kamu lapar , tetap lah mengadu kepada Allah dalam setiap kesusahan,”

Aku turun dari rumah pada pagi, tepatnya hari Jumat 2012 bulan September menuju bima dengan nebeng bus khusus wera bima. Sepanjang perjalanan aku terus berdoa dan raut wajah Uwakku tak bisa hilang.

“ Disitu aku bersumpah aku akan berjuang memberi yang terbaik untuknya. Setelah nyampe bima sore hari saya star dari bima ke Lombok dan setelah melewati perjalanan 12 jam nyampe mataram. Allhamdulilah nyampe mataram dapat kerjaan surveyor dan uang hasil itu modal hijrah ke Jakarta,’

Tak menunggu waktu lama dari semua akumulasi perjalan yang luar biasa itu ia langsung hijrah ke Jakarta. Tepat tanggal 26 septembe nyampe Jakarta dengan sisa uang 20 ribu.

“ Saya tiba dengan selamat di Jakarta dan pas nyampe pasar minggu sisa uang tinggal 20 ribu saya di jemput oleh senior bang iksan dan tinggal secretariat HMI, ’ucapnya

Selama di jakarta, ia melakukan pengembaraan, jalan dari kantor yang satu ke kantor lain untuk mencari kerja dengan mamasukan map dan surat lamaran kerja. “ Saya pernah tidak punya uang, pernah tidak makan selama satu hari. Bahkan pernah jalan kaki dari jembatan lima tambora Jakarta ke monas. Hitam putih dan pahit manisnya Jakarta telah kutelan, karena aku sudah bersumpah setia,”

Itulah jalan hidup, langit tak selamanya mendung, malam tak selamanya gelap, dan kesusahan tak selamanya menghinggapi, hingga akhirnya ia nekat lanjut s2 di Unindra tahun 2013 dengan meminjam uang pendaftaran ke temannya.

“Saya pinjam uang 500 ribu ke teman saya yang bernama sirajudin dari lambu untuk pendaftaran. Dan allhamudlilah singkat cerita saya diterima dan harus membayar uang pangkal sebanyak 5.600 saat itu. Saya bingung uang dari mana ini, kerjaan juga belum ada. Akhirnya saya di bantu oleh kakak kedua dari bapak 2 juta dan sisanya saya jualan Alquraan keliling dari Masjid ke Masjdi, namun kerap jualan saya tak laku,”

Tapi itulah jalan Allah yang maha pengasih, tiba-tiba saja ada orang baik yang entah dari mana datang menawarkan untuk sekedar bantu di Rumahnya. Disitulah furkan diangkat jadi anak asuh dan Allhamudlilah beberapa biaya hidup ditanggung.

“ Meski begitu saya tetap jalan, tidak mau mengandalkan beliau Almahumah Umi Cia. Kerap saya berpuasa karena tak ada uang. Bahkan saya bolak balik tinggal di secretariat HMI dan terkadang keliling entah ke Bekasi, Tangerang, depok, bogor saya mengembara. Jalan dari ujung ke ujung dan kadang mengikut seminar-seminar demi untuk mendapatkan makan. Pernah juga menjadi buruh kasar tokoh di jembatan lima Jakbar dengan upah Rp 60.000 per hari, ”

“Sampai tibalah saya diterima di Radar Depok di rekomendasi oleh senior Bang Hendrik dan Allhamdulillah momen ini, jalan saya dibuka dan sampai bisa kuliah. Dan kembali melamar istri (Meskipun disini juga ada drama nanti sesion selanjutnya) dan resmi menikah dikampung tahun 2015 dan memboyong sang isri ke jakarta,”

Setelah menikah proses pun berlanjut roda kehidupan mulai berpihak kepada Furkan, job sebagai jurnalis membuka jalan panjang kehidupannnya dan ia berhasil selesai s2 tahun 2016.

“ Namun setelah menikah saya ingin lanjut S3, Tapi saya berhenti karena saya di uji lagi oleh Allah belum memiliki keturunan hampir 4 tahun lamanya. Perjuangan ini cukup lelah, saya berobat di berbagai spesialis kandungan dan juga non medis namun belum juga ada hasilnya, sempat stres dan lain sebagainya. Sampai akhirnya allah mengijabah doa saya dan sekaligus dikarunia dua putra kembar. begitu bahagia saya saat itu,”

Setelah mendapat anak, Furkan kembali ke kampung tahun 2018 untuk menjadi salah satu tim sukses salah satu caleg DPR RI, namun gagal ia berjuang selama dua tahun keliling Bima, Dompu Sumbawa dari ujung ke ujung.

“ Saya gigit jari dan berjuang siang malam. Tapi karena orang yan diperjuangkan tak lolos, akhirnya saya kembali hijrah ke Jakarta dan berpetualangan lagi hingga kembali membawa anak istri ke Jakarta. Sampai pada akhirnya memutuskan untuk mantap S3,”

Tepat tahun 2021 Furkan daftar S3 di UNJ. Setelah lolos badai covid-19 menghantam indonesia, Ayah dua anak inipun sempat oleng karena terkena PHK ditempat ia berkerja.

“ Saya sempat ingin berhenti kuliah karena nggak ada kerjaan, tapi itulah jalan Allah. Ada saja rejeki yang tidak disangka-sangka. Pernah sekali sudah diberikan detline oleh kampus untuk bayar UKT 15 juta, jika tidak bayar akan cuti. Saya sempat bingung mana kondisi covid dan sisa uang di atm hanya 5 juta belum biaya anak istri dan kontrakan. Namun Allah punya jalan nya tiba-tiba selepas shalat ashar tiba-tiba saya ditelpon no tak dikenal dapat bantuan dari baznas yang bantuan itu sudah tidak saya ingat lagi kapan saya memasukan proposal,”

Selain itu sebelum mendapatkan beasiswa unggulan, Furkan sudah pesimis di semester 3 akan melanjutkan kuliah karena sudah tidak ada biaya. Furkan dan istri sempat jualan madu, warung sembako dan lain sebagainya. Tapi karena kondisi covid akhirnya gulung tikar, bahkan untuk bayar kuliah semester selanjutnya sempat bingung.

“ Tapi pertolongan Allah selalu ada, dia hadir pada saat hambanya kesusahan. Saya sadar tidak ada siapa-siapa yang bisa saya minta bantu selain kepada Allah tempat ku mengadu, hingga akhirnya pertolongan Allah kian nyata dan saya resmi mendapatkan beasiswa unggulan dari kementrian Pendidikan,”

Roda kehidupan memang tidak menawarkan kemudahan, namun begitulah janji Allah selepas kesulitan pasti ada kemudahan. Sebelum mendapat beasiwa praktis selama dua tahun semenjak pulang penelitan Furkan tidak lagi berkerja karena fokus kuliah dan selesaikan desertasi.

“ Saya berterimakasih kepada Istri saya, yang begitu kuat, tabah, tegar. Namu saya bersukur karena meski susah allah selalu hadirkan pertolongan dan diluar nalar saya, sehingga tepat kemarin tanggal 24 Agustus 2023 dengan segala dinamika selama kuliah. Akhirnya saya dinyatakan lulus menjadi doctor sesuatu yang disepelekan dan tidak dianggap kini saya raih dengan linangan air mata”

Furkan menyadari bahwa hidup ini memang tidak mudah. Diperlukan perjuangan dan kerja keras, sehingga ia berpesan agar selalu bersyukur.

“Saya percaya setiap orang punya jalan masing-masing. Rintangan apapun jangan dijadikan alasan untuk berputus asa apalagi menyerah karena Tuhan mempunyai rencana yang indah.” tutupnya

Furkan mewakili anak yatim lainnya yang mereka juga punya cita dan visi. Namun terkadang lingkungan tidak berpihak. Bahkan Furkan mengaku bulyng yang saat ini sempat viral ia pernah merasakan karena kehidupan anak yatim kerap tak dianggap dan dihiraukan.